Tut Wuri Handayani
Apa yang Anda ketahui tentang Tut Wuri Handayani? Dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, yang merupakan seorang perintis pendidikan kaum pribumi Indonesia di masa penjajahan Belanda kala itu. Tak heran jika simbol dengan semboyan Tut Wuri Handayani kerap digunakan dalam segala sesuatu, terutama yang berkaitan dengan pendidikan di Indonesia.
Sebagai seorang penggerak di bidang pendidikan, Ki Hadjar Dewantara sendiri dikenal sebagai Bapak Pendidikan, yang mana hari lahirnya diperingati sebagai “Hari Pendidikan Nasional”. Logo dengan semboyan Tut Wuri Handayani digunakan sebagai logo resmi setiap instansi, terutama untuk instansi – instansi yang ada dibawah naungan Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia).
Arti dan Makna Tut Wuri Handayani
Sudah sejak dulu Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang bergerak di bidang pendidikan di Indonesia. Lambang Kemdikbud bahkan dibuat dengan beberapa falsafah diantaranya sebagai penghormatan kepaa Ki Hadjar Dewantara. Tentunya lambang dengan semboyan Tut Wuri Handayani tidak dibuat secara sembarangan, sebab telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 0398/M/1977, 6 September Tahun 1977.
Arti lambang dengan semboyan Tut Wuri Handayani berupa bidang segi lima yang berwarna biru muda dan menggambarkan alam kehidupan pancasila. Dimana dalam bidang tersebut ada tulisan Tut Wuri Handayani yang diletakkan di bagian atas. Ini merupakan salah satu semboyan yang digunakan Ki Hadjar Dewantara ketika akan melaksanakan sistem pendidikan di Indonesia.
Singkatnya, pengertian Tut Wuri Handayani adalah satu dari tiga semboyan yang diterapkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Adapun tiga semboyan tersebut diantaranya sebagai berikut.
- Ing Ngarsa Sung Tulada : di depan, seorang pendidik sudah seharusnya dapat memberikan teladan atau contoh tindakan yang baik.
- Ing Madya Mangun Karsa : di tengah atau di antara murid maupun siswa, guru seharusnya dapat menciptakan sebuah ide dan prakarsa.
- Tut Wuri Handayani : dari belakang seorang guru pendidik seharusnya bisa memberikan dorongan dan arahan.
Dalam hal ini, logo dengan semboyan Tut Wuri Handayani umumnya wajib digunakan untuk dipakaikan di seragam siswa dari pendidikan anak usia dini hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) seragam PGRI dan seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bawah naungan Kemdikbud.
Seperti yang diketahui, seiring dengan kebijakan yang diberikan mulai bermunculan logo – logo sekolah yang diciptakan dengan masih mengusung nuansa logo yang resmi. Bahkan tak sedikit yang ciptakan logo yang jauh melenceng dari logo resmi.
Penting untuk diketahui, dalam lambang Kemdikbud juga ada belencong bermotif garuda. Belencong atau yang juga disebut dengan menyala ini merupakan lampu yang dibuat secara khusus untuk kemudian digunakan pada pertunjukkan wayang kulit. Cahaya belencong dipercaya mampu membuat pertunjungan menjadi lebih hidup. Sementara itu untuk burung garudanya sendiri dijadikan sebagai motif belencong, dan akan memberikan gambaran – gambaran yang bersifat dinamis, berani, mandiri, gagah perkasa dan mampu mengarungi angkasa yang luas.
Lalu ekor dan sayap garudanya digambarkan masing – masing lima, yang artinya satu kata dengan perbuatan pancasila. Untuk gambar bukunya sendiri diletakkan di bagian bawah burung garuda. Buku ini adalah kiasan sumber ilmu pengetahuan sebagai salah satu kekuatan dalam menjalani kehidupan. Keberadaa buku tersebut tentunya bukan tanpa alasan, yakni untuk menggambarkan bahwa buku adalah sumber berbagi segala ilmu yang sudah pasti dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Selain itu, lambang dengan semboyan Tut Wuri Handayani juga terdapat filosofis warna. Dimana untuk warna putih pada ekor dan sayap garuda, serta buku berarti suci dan bersih tanpa pamrih. Kemudian ada pula warna kuning keemasan pada nyala api yang dapat diartikan sebagai keagungan dan keluhuran yang abadi. Terahir adalah warna biru muda yang ada pada bidang segilima. Warna tersebut diartikan sebagai pengabdian yang tidak kunjung putus dengan memiliki cara pandangan hidup yang lebih mendalam, terutama untuk pandangan hidup pancasila.
Sejarah Tut Wuri Handayani
Perlu diketahui, semboyan Tut Wuri Handayani asal muasalnya dari Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara dan hal ini juga sudah kami singgung pada ulasan di atas. Jika diartikan, Tut Wuri Handayani memiliki artian, “di belakang mendorong”.
Dimana kalimat singkat tersebut merupakan salah satu bagian dari semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani”, yang berarti di depan, seorang pendidik atau guru harus bisa menjadi teladan yang baik di tengah murid, pendidik juga harus bisa memberikan ide – ide yang kreatif dan di belakang seorang pendidik sudah seharusnya bisa memberi dorongan”.
Penggunaan semboyan Tut Wuri Handayani sebagai logo adalah penghargaan bagi Ki Hadjar Dewantara atas jasa – jasanya dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik di Indonesia. Pada dasarnya logo Tut Wuri Handayani sudah cukup lama digunakan, tepatnya sejak tahun 1977 silam.
Pada buku pengumuman “Lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978”, diceritakan bahwa lambang tersebut dibuat setelah ada sayembara, yakni sejak Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 kala itu. Lembaga yang mengemban sebagai tugas penting dari pemerintahan, khususnya di bidang pendidikan dan kebudayaan awalnya dihadirkan dengan bentuk Kementerian Pengajaran. Bahkan sampai saat ini menjadi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan belum pernah memiliki sebuah lambang khusus.
Seiring dengan semakin bertambah besarnya rasa tanggung jawab Departemen Pendidikan sering kali terjadi problem atau masalah kompleks dalam pelaksanaan tugas sehari – hari. Situasi yang seperti inilah ternyata dapat mendorong rasa perlu adanya sarana guna menunjang usaha dalam membulatkan perwujudan pengabdian di bidang pendidikan juga kebudayaan.
Tentunya sarana yang dibuat tersebut diharapkan agar bisa digunakan sebagai kelengkapan sarana kerja, utamanya ketika dilakukannya pembinaan dan pemberian motivasi kepegawaian di pusat maupun daerah. Dengan begitu diharapkan agar para pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudaya ikut terdorong untuk ciptakan lambang di lingkungannya masing – masing.
Namun demikian, hal ini pastinya kurang elok sehingga perlu ada lambang yang mewadahi semua instansi. Oleh karenanya tepatnya pada tanggal 14 Februari 1977 silam dibentuk panitia sayembara pembuatan lambang departemen. Seorang Arkeolog yang bernama Dr. Soekmono yang merupakan dosen Departemen Seni Rupa ITB bersama Prof Drs. HA Sadali dan ketua ASRI Yogyakarta Drs. Abdulkadir MA duduk sebagai team juri.
Di akhir sayembara tersebut setidaknya ada sekitar 1.600 logo yang diseleksi. Tapi sayangnya, ternyata ada satu pun logo yang terpilih sebagai lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ya, dari hasil penilaian team juri ternyata tidak muncul sebuah gambaran yang sepenuhnya mampu penuhi norma – norma penilaian. Namun demikian, terpilih 10 gambar yang bisa digolongkan menjadi logo terbaik dan layak untuk ditetapkan sebagai gambar – gambar yang mendapatkan hadiah. Dimana dari kesepuluh gambar tersebut dibuat modifikasinya yang pada akhirnya lahirkan lambang “Tut Wuri Handayani”. Lambang dengan semboyan Tut Wuri Handayani ini ditetapkan pada 6 September 1977.
Nah, itu dia sekilas informasi yang bisa kami bagikan tentang arti dan makna Tut Wuri Handayani. Semoga bermanfaat.